Evolusi Dekorasi Rumah: Dari Skandinavian Ke Japandi
Evolusi Dekorasi Rumah Terus Berubah Mengikuti Perkembangan Zaman, Gaya Hidup,

Polemik Proyek IKN Mencuat Ke Permukaan Ketika Pemerintah Bersama Presiden Jokowi (Dan Kini Dilanjutkan Oleh Presiden Prabowo). menggadang-gadang Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara sebagai kota masa depan ramah lingkungan, nol-emisi, dan ramah pejalan kaki. Rencana ini salah satunya tertuang dalam Undang‑Undang IKN No. 3/2022 dan revisinya No. 21/2023, dengan kekuasaan besar diserahkan kepada Otorita IKN.
Dukungan datang dari berbagai pejabat tinggi, seperti Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno (PAN), yang menilai kelanjutan Polemik Proyek IKN ini strategis untuk pemerataan pembangunan nasional dan mendesak agar masyarakat mendukungnya.
Alasan Pemerintah: Pembangunan Terencana dan Mandiri. Otorita IKN menyatakan pembangunan tetap berjalan tanpa menggunakan dana PEN (Program Pemulihan Ekonomi Nasional) dan sepenuhnya ditanggung oleh Kementerian PUPR dan sumber swasta, bukan anggaran kesehatan maupun sosial. Sebagai kota baru, IKN diharapkan menjadi percontohan internasional mulai dari koridor satwa hingga energi terbarukan.
Kritik dari Tokoh hingga Ekonom: Biaya dan Tata Kelola yang Diragukan
1. Potensi Pembengkakan Anggaran
Menurut ekonom Yusuf Wibisono dari IDEAS, IKN diperkirakan akan menyedot Rp 460 triliun, sementara dana saat ini baru Rp 60 triliun. Ia menilai bila dilanjutkan, proyek bisa menimbulkan beban besar bagi APBN.
2. Beban APBN dan Risiko Finansial
Faisal Basri mengkritik bahwa pemerintah semula menjanjikan IKN tanpa biaya APBN, tetapi belakangan justru sebagian besar dananya berasal dari APBN melalui PUPR. Ia bahkan menyebut proyek ini punya “potensi skandal” jika kelanjutannya tidak dikelola transparan.
3. Otoritas Eksekutif yang Kuat
Pasal “sapu jagat” (Article 42) dalam UU IKN memberi kewenangan sangat luas bagi Otorita, memicu kekhawatiran akan minimnya check-and-balance disebut oleh YLBHI dan PKS sebagai potensi pembentukan otoritarianisme baru.
4. Kritik dari Pakar Asing
Ian Wilson dari Murdoch University menyoroti bahwa IKN bisa menjauhkan pusat pemerintahan dari demokrasi urban, menciptakan jarak antara rakyat dan penguasa, sekaligus terlalu bergantung pada investasi asing.
Ekonomi Lokal Dan Sosial: Dampak Bagi Masyarakat Adat Dan Pekerja, Komunitas adat di Kalimantan Timur menghadapi potensi relokasi hingga 20.000 jiwa. Ada juga 94 lokasi tambang yang disebut belum direklamasi, dipertanyakan oleh JATAM, AMAN apakah area akan diserahkan sepenuhnya ke negara.
Sementara PKS menolak keras wacana pengawas proyek dari tenaga kerja asing (WNA), karena justru mengesampingkan kualitas tenaga lokal. Salah satu sorotan tajam terhadap proyek Ibu Kota Nusantara adalah dampaknya terhadap komunitas lokal dan lingkungan sekitar. Di Kalimantan Timur, ribuan masyarakat adat menghadapi kemungkinan besar untuk direlokasi akibat pengembangan kawasan inti pusat pemerintahan IKN. Diperkirakan lebih dari 20.000 jiwa bisa terdampak secara langsung oleh proses pembangunan ini, terutama komunitas-komunitas Dayak yang telah lama tinggal dan menggantungkan hidup dari tanah adat mereka.
Ketidakjelasan mengenai hak atas tanah dan kompensasi yang layak menimbulkan keresahan, sebab banyak masyarakat adat belum menerima informasi yang transparan. Tak hanya dari aspek sosial, persoalan lingkungan juga menjadi perhatian serius. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyuarakan bahwa di sekitar kawasan proyek IKN terdapat setidaknya 94 lokasi bekas tambang batu bara yang belum direklamasi. Lubang-lubang bekas tambang itu bukan hanya berbahaya secara fisik, tetapi juga dapat mencemari air tanah dan merusak ekosistem. Jika tidak ditangani dengan tepat, kawasan ibu kota yang digadang-gadang sebagai “kota hijau” justru bisa dimulai dengan catatan hitam lingkungan.
Dari sisi ketenagakerjaan, kontroversi mencuat ketika muncul wacana pelibatan tenaga kerja asing (TKA) sebagai pengawas proyek.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) secara tegas menolak rencana ini, menyatakan bahwa keputusan tersebut berpotensi mencederai potensi dan kedaulatan tenaga kerja. Menurut mereka, Indonesia memiliki puluhan ribu tenaga kerja bersertifikat yang mampu mengawasi pembangunan infrastruktur skala besar.
Pandangan Pemerintah: Lanjut, Rapi, Dan Berkelanjutan, Pemerintah menegaskan IKN adalah proyek strategis nasional, bukan proyek satu presiden. Plt Kepala Otorita sudah pindah ke kantor baru di IKN dan pembangunan Tahap II semakin masif .
Pemerintah siap memasukkan teknologi hijau, koridor satwa, dan mengundang investor asing seperti dari Singapura untuk proyek energi dan pengelolaan limbah. Pemerintah terus menegaskan bahwa IKN adalah proyek strategis nasional yang tidak terikat pada masa jabatan satu presiden saja. Presiden Joko Widodo telah merintis pembangunan IKN sejak 2019, dan kini Presiden Prabowo menyatakan komitmen untuk melanjutkan proyek tersebut sebagai simbol transformasi Indonesia menuju negara maju yang lebih terdesentralisasi. Plt. Kepala Otorita IKN pun sudah mulai berkantor di lokasi Ibu Kota Nusantara, menandai babak baru transisi administratif dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Pembangunan infrastruktur Tahap II, yang mencakup fasilitas pemerintah, akses transportasi, hingga perumahan ASN dan TNI-Polri, berjalan semakin masif di lapangan.
Dalam upayanya menarik dukungan luas, pemerintah mengintegrasikan konsep smart city berbasis teknologi hijau.
Beberapa inovasi yang dirancangkan termasuk jaringan transportasi listrik, dan koridor satwa untuk menjaga keberlangsungan habitat hewan liar yang terdampak pembangunan. Pemerintah juga membuka peluang luas bagi investasi asing. Negara-negara seperti Singapura, Jepang, dan Uni Emirat Arab disebut-sebut tertarik dalam proyek energi terbarukan, pengelolaan limbah, dan sistem digitalisasi kota. Namun demikian, ketergantungan pada investor asing ini juga menimbulkan tanda tanya mengenai kedaulatan ekonomi jangka panjang dan kepemilikan aset strategis.
Di sisi lain, kritik dari sejumlah pakar asing dan lokal tidak bisa diabaikan. Banyak yang mempertanyakan urgensi pemindahan ibu kota di tengah tantangan ekonomi, perubahan iklim, dan pemulihan pasca pandemi. Para pengamat menyebut proyek IKN sebagai bentuk megaproyek berisiko tinggi dengan dampak ekologis besar.
Apa Selanjutnya Untuk IKN? Polemik IKN memunculkan dilema: antara aspirasi untuk ibu kota modern dan berkelanjutan, atau risiko keuangan, sosial, dan politik jika dibiarkan berjalan tanpa batas. Solusi yang banyak diusulkan termasuk:
Audit publik & evaluasi anggaran secara terbuka
Regulasi pengawas asing yang jelas dan prioritas SDM lokal
Reklamasi tambang wajib sebelum pengembangan kota
Desain ulang sistem Otorita dengan check-and-balance demokratis
Langkah-langkah strategis untuk menghindari jebakan “megaproyek elite” perlu segera diimplementasikan. Audit publik misalnya, bukan sekadar formalitas laporan keuangan, tetapi harus menjadi sarana untuk memastikan bahwa setiap dana yang digelontorkan dari APBN maupun skema investasi memiliki dampak nyata, terukur, dan berpihak pada kesejahteraan rakyat.
Evaluasi anggaran tidak hanya dilakukan oleh internal pemerintah, namun juga harus melibatkan akademisi independen, dan media sebagai pilar kontrol demokrasi. Dalam konteks ini, keterbukaan informasi menjadi pondasi utama.
Pemerintah wajib menyampaikan rincian perkembangan proyek, permasalahan yang dihadapi, serta penyesuaian rencana yang dilakukan agar masyarakat tidak hanya menjadi penonton. Sementara itu, keterlibatan tenaga kerja asing juga mesti diatur secara ketat melalui regulasi yang adil. Pelibatan mereka boleh saja terjadi dalam bidang keahlian khusus yang langka di dalam negeri, namun posisi strategis dan mayoritas tenaga kerja tetap harus diisi oleh SDM lokal yang diberdayakan melalui pelatihan intensif. Dengan demikian, pembangunan IKN menjadi sarana peningkatan kapasitas nasional, bukan sekadar arena kerja outsourcing.
Jika sistem Otorita IKN terlalu kuat tanpa pengawasan, maka mekanisme check and balance demokratis wajib dirancang ulang. Peran DPR, lembaga audit, hingga komite-komite masyarakat sipil bisa diperkuat agar proyek ini berjalan di atas prinsip akuntabilitas, bukan sekadar menjadi simbol ambisi politik yang memperpanjang Polemik Proyek IKN.